Spookish Museum

Gara-gara membuka website Lonely Planet dan membaca artikel tentang wisata drakula, saya jadi ingin membuka postingan saya dengan cerita bertema hantu. Sejujurnya, saya tidak punya sixth sense tapi saya selalu punya teman bergaul yang punya sixth sense. Walaupun begitu, saya jadi ikutan merinding bila teman saya sedang merasakan kehadiran 'sesuatu' disekitar kami. 
Pengalaman paling baru tentang sixth sense teman saya adalah waktu kami berkunjung ke museum bahari di kota tua Jakarta. Bangunannya sih seperti museum-museum di komplek kota tua, jendela besar-besar, penerangan agak kurang dibeberapa ruangan, dan kalau sepi pengunjung suasananya jadi agak spooky. Kebetulan kami datang sudah lewat jam makan siang, jadi suasana agak sepi.
Lantai Dasar
Lantai dasar mempunyai jendela yang lebar-labar dan terbuka semua, cahaya matahari bisa masuk ke semua sudut sehingga terang benderang (tidak begitu spooky). Hanya saja kami bisa mendengar langkah kaki orang di lantai dua bila mereka berlari atau jalan tergesa-gesa. 
Naik ke lantai dua, kami terpecah jadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah teh Lin (teman sekostan saya) dan Giri (anak dosen saya) dan kelompok kedua (geng narsis) yang lambat karena jalan dikit langsung poto-poto (saya, kokol, dan arman). 
Lemas setelah 'pengelihatan'

Kebetulan teh Lin-lah yang punya sixth sense...dia mulai merasakan merinding-merinding aneh setelah memasuki ruangan yang berisi lukisan diri pahlawan bahari. Menurutnya, ada satu poto pahlawan bahari perempuan (yang awalnya saya kira Cut Nyak Dien ternyata bukan) yang bikin dia pusing. Karena merasa aneh makanya dia memisahkan diri dari geng narsis yang masih di ruangan itu untuk poto berbagai gaya. Di ruangan terakhir yang berisi awetan biota laut dari yang kecil sampai dugong barulah Teh Lin melihat 'sosok lain' itu. Ruangan awetan memiliki banyak etalase kaca yang berisi awetan basah biota laut. Di salah satu etalase bening yang paling ujung dekat pintu keluar, Teh Lin melihat seseorang dengan rambut digelung ke atas dan berpakaian mirip gaun eropa warna putih berjalan ke arah pintu dan menghilang dengan cepat. Alhasil, teh Lin langsung lemas dan diapun memutuskan untuk kembali ke ruangan tempat geng narsis masih sibuk poto mania. Saking lemasnya, teman saya itu langsung terduduk di lantai dengan wajah masih pucat.

Menara Syahbandar
Teh Lin baru bercerita pada kami saat kami sudah keluar dari museum. Ternyata di siang bolong pun 'sesuatu' itu bisa bikin orang merinding-disko juga. Mungkin karena faktor sugesti, setelah dari museum, kami pun naik menara syahbandar sampai lantai paling atas. Sebenarnya menaranya sudah tutup, tapi kami merayu penjaga agar kami boleh naik. Eh, sampai atas kok suasana spookynya masih terbawa. Apalagi angin di atas sangat kencang dan bangunannya khan sudah tua...alhasil setelah capek-capek naik tangga yang juga agak bergoyang ke atas kami pun buru-buru turun lagi.


Tim Jalan-Jalan













 




Comments

  1. heiii~ bikin blog baru ya joo? thx 4 posting,,jadii kapan kita kelayapan lagii? hohohoo~ :D

    ReplyDelete

Post a Comment